Rabu, 01 Februari 2012

OUTBOUND KIDS :)



A. PENDAHULUAN
Outbond yang merupakan kegiatan outdoor mempunyai andil dalam membangun semangat dan kreatifitas jika mampu dikemas menjadi sesuatu yang menarik. Misalnya dengan permainan atau game, karena pendidikan formal di sekolah pada umumya hanya memuat aspek afektif-kognitif sehingga kegiatan dialam terbuka yang mampu mengembangkan aspek motorik seperti outbond jarang dilakukan, anak-anak hanya disuguhi pelajaran. Dengan kegiatan outbond untuk anak-anak yang disusun dan dirancang dengan permainan-permainan yang menyenangkan sekaligus menantang diharapkan mampu mengembangkan aspek fisik-motorik, semangat, kekompakan, kepemimpinan, solidaritas dan rasa empati, Sehingga antara materi-materi formal di sekolahan dan alam terbuka mampu seimbang sekaligus sebagai ajang permainan bagi anak-anak.
Dari permasalahan diatas, kami mencoba untuk memunculkan variasi baru melalui outbond ini dengan tujuan untuk membangun karakter semangat kolektifitas anak-anak sehingga mampu diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Selain itu, kegiatan ini dilaksanakan agar dapat lebih mengenal anak-anak dan menjalin hubungan dengan mereka.

B. PEMBAHASAN
Hasil Kegiatan
Adapun hasil dari kegiatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan secara umum dan berdasarkan permainan yang ada dalam outbond tersebut. Secara umum hasil yang dicapai baik dan lancar, semangat yang telah dibentuk dalam kegiatan ini sangat terlihat dari peran serta dari anak-anak yang mengikuti kegiatan ini serta tampak feedback yang hangat dari anak-anak karena memang sebelumnya anak-anak yang mengikuti kegiatan ini sudah lama tidak melakukan kegiatan outbond, sehingga menurut sebagian besar dari mereka merasa senang dan puas dari berbagai permainan yang ada.
Adapun konsep kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu : dalam outbond ini diisi sebuah permainan atau game yang dibagi dalam 9 pos, dan masing-masing pos diisi dengan satu game atau permainan. Sedangkan dalam rangka mengoptimalkan permainan tersebut dalam setiap pos diisi oleh satu fasilitator dan satu observer. Fasilitator adalah orang yang bertanggung jawab terhadap berjalannya suatu kegiatan dalam outbond ini, yaitu kami selaku panitia inti dalam tugas kuliah lapangan. Sedangkan observer adalah orang yang membantu dalam kegiatan outbond ini, yang bertugas memantau dan mengobservasi permainan maupun kegiatan outbond secara umum disamping bekerjasama dengan fasilitator, yaitu guru TPA Shirothul Jannah.

Adapun Sembilan pos yang telah dibagi meliputi :
Pos 1 : peserta diinstruksikan untuk membuat yel-yel, nama kelompok dan kartu identitas.
Pos 2 : memasukan paku dalam botol
Pos 3 : jaring laba-laba
Pos 4 : mengambil balon
Pos 5 : gembala
Pos 6 : pindah bom
Pos 7 : memindahkan kelereng
Pos 8 : merangkak
Pos 9 : memasang puzzle
Adapun jumlah peserta yang ikut dalam kegiatan ini berjumlah 16 anak yang berusia 9-12 tahun yang dibagi menjadi 4 kelompok, dan masing-masing kelompok diberi nama dengan nama para nabi.

C. MACAM-MACAM PERMAINAN/GAME
Adapun permainan yang kami adakan dalam kegiatan outbond ini yaitu:
1. Membuat yel-yel, nama kelompok dan pembuatan kartu identitas peserta
a. Alat atau Media
• Tali rafia
• Kertas karton
• Gunting
• Spidol
b. Fasilitator
• Muhammad Deni
• Panji Astowo
c. Tujuan permainan
Supaya mampu menerapkan solusi sebuah persoalan yang tanpa dengan persiapan. Dengan adanya nama kelompok diharapkan mereka bisa menyimpulkan makna atau arti sebuah nama melalui nama-nama para nabi serta mengingatkan sebuah tugas-tugasnya, selain itu dalam pembuatan nama tersebut diharapkan akan mencapai sebuah solidaritas dan keberanian mengungkapkan ide tau gagasan. Identitas merupakan sebuah nama yang mesinya harus dijaga, ini ditujukan agar peserta mampu menjaga hasil yang telah dibuat dan diperjuangkan.
d. Tempat
Pos 1 (halaman masjid)
e. Materi
• Peserta datang pukul 07.30 WIB kemudian berkumpul di halaman masjid
• Fasilitator menginstruksikan peserta untuk membuat nama kelompok berdasarkan nama-nama nabi
• Setelah itu peserta membuat yel-yel + 10 menit
• Tiap-tiap kelompok diinstruksikan untuk menyanyikan yel-yel masing-masing
• Membuat kartu nama untuk anggota beserta nama kelompok masing-masing kurang lebih + 10 menit
• Pemberangkatan peserta menuju pos 2.


f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang paling cepat dan kreatif.
g. Feedback
Adapun feedback dari kegiatan ini yaitu berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terlihat adanya saling mendukung dan saling membantu serta saling memotivasi antara sesama peserta.

2. Memasukan paku dalam botol
Permainan ini dijalankan masing-masing kelompok yang setiap individu diberikan tali rafia yang saling terhubung satu sama lain dan diikatkan dipinggang setiap individu. Pada pusatnya diberi sebuah paku yang selanjutnya bersama-sama dimasukkan kedalam botol dengan cara membelakangi botol tersebut.
a. Alat atau Media
• Paku berukuran panjang 10 cm
• Botol softdrink
• Tali rafia
• Patok kayu berukuran panjang 10 cm
b. Fasilitator
• Adi Wibowo
• Rima Afifah Putri
c. Tujuan permainan
Tujuan dari permainan ini adalah melatih kekompakan tim serta koordinasi dalam sebuah kelompok untuk mencapai sebuah target
d. Tempat
Pos 2 (daerah rerumputan pendek)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 2
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 2 dan menjelaskan tata cara permainan
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan fasilitator memberikan suatu tugas tentang nama-nama malaikat dan tugasnya untuk dikerjakan bersama kelompok untuk diserahkan ke pos selanjutnya
• Fasilitator memberikan pertanyaan kepada kelompok tentang apa yang mereka rasakan mengenai permainan tersebut
• Peserta lanjut ke pos selanjutnya.
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang paling cepat memasukkan paku kedalam botol.
g. Feedback
Berdasarkan pertanyaan yang telah diberikan oleh fasilitator dan observer, didapatkan bahwa mereka merasa senang dan puas terhadap permainan ini, bahkan ada diantara peserta mengungkapkan bahwa mereka ingin melakukan permainan lagi. Berdasarkan pengamatan observer, sebagian besar permainan ini dilakukan dengan kekompakan dan saling bahu membahu serta komunikatif diantara peserta.

3. Jaring laba-laba
Adalah suatu permainan dengan media tali rafia yang berbentuk seperti jaring laba-laba yang diikatkan pada dua batang pohon yang berdekatan. Aturan permainannya adalah setiap anggota kelompok harus memasuki satu lubang yang ada pada jaring tersebut tanpa menyentuh tali dengan bantuan peserta lainnya dan setiap peserta harus memasuki lubang jarring yang berbeda.
a. Alat atau Media
• Tali rafia
• 2 pohon yang saling berjajar yang berjarak + 1,5 m
b. Fasilitator
• Endhieka Huda Gautama
• Erina Wulansari

c. Tujuan permainan
Tujuan dari permainan ini adalah melatih kekompakan tim serta ketelitian peserta untuk dapat menjalankan suatu tugas ataupun melewati suatu rintangan secara bersama-sama.
d. Tempat
Pos 3 (pepohonan)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 3
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 3 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mereka yang kemudian dicatat oleh observer
• Peserta malaksanakan tugas selanjutnya berupa soal-soal tentang nabi-nabi yang mendapat gelar ulul azmi untuk disetorkan ke pos selanjutnya
• Peserta melanjutkan ke pos berikutnya.


f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang paling banyak tidak menyentuh jarring.
g. Feedback
Feedback yang didapat dari permainan ini adalah para peserta yang melakukan permainan saling berdiskusi untuk membagi tugas yaitu membagi lubang-lubang pada jaring yang hendak dilewati. Menurut para peserta, mereka merasa tertantang dan cukup senang dengan permainan ini.

4. Mengambil balon
Adalah permainan yang menggunakan media balon yang diisi sebuah soal seputar para nabi yang digantung diatas pohon setinggi + 2,5 m dengan seutas tali rafia. Aturan permainan : para peserta diperintahkan untuk mengambil sebuah balon dengan cara bersama-sama.
a. Alat atau Media
• Balon
• Tali rafia
• Pohon
b. Fasilitator
• Muhammad Deni
• Astin Dwi Ningsih
c. Tujuan permainan
Tujuan diadakannya permainan ini adalah untuk melatih kemampuan berfikir, kesabaran serta kerjasama diantara para peserta agar dapat menyelesaikan sesuatu yang dalam hal ini adalah menyelesaikan soal serta mengambil balon yang tergantung diatas pohon setinggi + 2,5 m.
d. Tempat
Pos 4 (area pepohonan dan rerumputan)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 4
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 4 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mereka yang kemudian dicatat oleh observer
• Peserta malaksanakan tugas selanjutnya berupa soal-soal untuk mencari 16 nama nabi.
• Peserta diinstruksikan untuk mencari 10 macam daun atau rumput yang selanjutnya diserahkan pada pos selanjutnya
• Peserta melanjutkan ke pos berikutnya.
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang paling banyak menyebutkan nama-nama nabi
g. Feedback
Berdasarkan observasi dari permainan ini adalah para peserta saling berdiskusi untuk memperoleh pemecahan masalah yang mereka hadapi dalam mengerjakan soal serta kerjasama untuk dapat meraih balon. Dalam permainan ini mereka saling mendukung satu sama lain agar lebih mudah untuk memperoleh tujuan mereka. Menurut para peserta, mereka merasa pusing ketika mengerjakan soal yang ada dalam balon karena menurut mereka cukup banyak untuk menyebutkan nama-nama para nabi. Dalam hal mengambil balon, mereka merasa senang dan ingin mencoba lagi.



5. Gembala
Adalah permainan yang bermediakan slayer / penutup mata yang selanjutnya seluruh peserta ditutup matanya kecuali ketua kelompok yang bertindak menginstruksikan (penggembala) pada peserta mengenai arah atau target permainan. Aturan permainan : Ketua menginstruksikan para peserta untuk mengambil objek permainan (daun, kayu dan sebagainya).
a. Alat atau Media
• Slayer
• Daun
b. Fasilitator
• Endhieka Huda Gautama
• Desi Anggraeni (Observer)
c. Tujuan permainan
Tujuan dari permainan ini adalah melatih peserta untuk dapat berkonsentrasi serta kepercayaan diantara anggota kelompok dan pada pemimpin serta belajar menjadi pemimpin dan yang dipimpin.
d. Tempat
Pos 5 (rerumputan dan semak-semak)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 5
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 5 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mengenai permainan yang kemudian dicatat oleh observer
• Peserta diinstruksikan untuk menghitung 10 macam daun atau rumput yang telah dicari di pos sebelumnya
• Peserta melanjutkan ke pos berikutnya.
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang berhasil mengambil target.
g. Feedback
Setelah permainan selesai para peserta diberikan pertanyaan mengenai permainan yang telah dilakukan. Dalam permainan ini peserta terlihat sangat senang dan bersemangat untuk mencapai target. Mereka berpendapat bahwa permainan ini cukup seru dan mengasyikkan karena terdapat berbagai jebakan yang tidak lain adalah lubang-lubang serta gangguan suara dari peserta dari kelompok lain. Feedback dari permainan ini adalah mereka mengungkapkan bahwa permainan ini sangat menyenangkan walaupun dengan mata ditutup dengan slayer. Dari pengamatan tampak bahwa mereka sangat antusias dan berlomba-lomba mengambil target yaitu daun yang ada di depan mereka dengan bantuan ketua kelompok sebagai pengarah walaupun dengan waktu yang relative lama, namun semua kelompok dapa melewati tantangan ini.

6. Jinak Bom
Dinamakan jinak bom karena permainan ini seolah-olah menjinakkan bom yaitu memindahkan Aqua gelas yang berisikan air dengan empat utas tali rafia. Aturan permainan : empat peserta difasilitasi empat utas tali rafia untuk memindahkan aqua gelas yang berisikan air yang selanjutnya dipindahkan dari area yang telah dibatasi dengan tali rafia.
a. Alat atau Media
• Tali rafia
• Air
• Aqua gelas
• Patok berukuran panjang 10 cm
b. Fasilitator
• Adi Wibowo
• Umitania Nurma Shinta (Observer)
c. Tujuan permainan
Tujuan permainan ini adalah memupuk kekompakan dalam tim sehingga diperoleh sebuah hasil yang diharapkan.
d. Tempat
Pos 6 (rerumputan)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 6
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 6 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mereka mengenai permainan yang telah mereka lakukan dan selanjutnya dicatat oleh observer
• Peserta malaksanakan tugas selanjutnya berupa drama pendek sekilas kisah nabi Nuh + 10 menit
• Peserta melanjutkan ke pos berikutnya.
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang berhasil memindahkan aqua gelas berisi air tanpa tumpah.
g. Feedback
Secara umum mereka sangat menyukai dan antusias dalam permainan ini, dan dalam instruksi mereka pun cepat tanggap terhadap perintah yang diberikan. Menurut mereka permainan ini mengasikkan dan menantang namun juga mengalami kesulitann.

7. Estafet kelereng
Adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok dengan memindahkan kelereng dari satu peserta kepada peserta lain melalui sendok yang digigit. Aturan permainan : kedua tangan tiap-tiap peserta tidak boleh menyentuh sendok dan bila kelereng jatuh maka permainan akan diulang.
a. Alat atau Media
• Sendok
• Kelereng
b. Fasilitator
• Muhammad Deni
• Sabrina Irvin Ratnasari
c. Tujuan permainan
Tujuan dari permainan ini adalah ketepatan dalam mengoper kelereng yang diletakkan pada sendok yang telah digigit.
d. Tempat
Pos 7 (rerumputan)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 7
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 7 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mereka mengenai permainan yang telah mereka lakukan dan selanjutnya dicatat oleh observer
• Peserta melanjutkan ke pos berikutnya.
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang paling banyak mengumpulkan kelereng tanpa kesalahan.
g. Feedback
secara umum mereka menyukai permainan ini, dari observasi yang dilakukan mereka sangat cepat dan tampak bahu-membahu dalam mengoper kelereng. Walaupun banyak diantara mereka tidak berhasil mengoperkan kelereng. Menurut mereka, permainan ini sangat menantang dan menarik namun juga cukup kesulitan karena tiap peserta memiliki postur yang berbeda.

8. Merangkak
Adalah permainan yang dilakukan dengan menyusuri area rerumputan yang telah dibuat jalur menggunakan patok setinggi 30 cm yang saling terhubung dengan tali rafia. Aturan permainan : Peserta memasuki jalur yang telah disediakan tanpa harus menyentuh rafia.
a. Alat atau Media
• Patok bambu
• Rafia
b. Fasilitator
• Muhammad Deni
• Panji Astowo (Observer)
c. Tujuan permainan
Tujuan dari permainan ini adalah untuk melatih fisik dan ketangkasan peserta. Peserta diharapkan mampu melewati serangkaian tantangan yang tersedia seperti liku-liku yang terbuat dari tali rafia yang diikatkan pada sejumlah patok yang terbuat dari bambu yang disusun sedemikian rupa.
d. Tempat
Pos 8 (rerumputan)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 8
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 8 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mereka mengenai permainan yang telah mereka lakukan dan selanjutnya dicatat oleh observer
• Peserta melanjutkan ke pos berikutnya
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang paling sedikit menyentuh tali rafia mendapatkan poin tertinggi.
g. Feedback
Secara umum para peserta banyak yang mengeluh dengan permainan ini karena mereka merasa gatal-gatal. Hal ini dikarenakan permainan ini diadakan diarea rumput. Sehingga pada permainan selanjutnya mereka Nampak tidak fokus. Menurut mereka, permainan ini sebenarnya mengasikkan namun dampaknya mereka merasakan tidak nyaman karena gatal-gatal.

9. Memasang puzzle
Puzzle adalah permainan menyelesaikan kepingan-kepingan gambar yang berserakan untuk selanjutnya disusun sesuai urutan. Aturan permainan : seluruh anggota harus menyusun puzzle sebanyak dan setepat mungkin dengan durasi 5 menit.
a. Alat atau Media
• Puzzle
b. Fasilitator
• Adi Wibowo
• Rima Afifah Putri
c. Tujuan permainan
Tujuan dari permainan puzzle adalah untuk melatih peserta dalam memecahkan masalah secara kelompok, bagaimana para peserta saling bekerja sama dalam menyusun puzzle yang telah disediakan dalam kurun wqaktu 5 menit.
d. Tempat
Pos 9 (rerumputan)
e. Materi
• Peserta berkumpul di pos 9
• Pimpinan kelompok menyiapkan anggota kelompoknya
• Pimpinan kelompok melapor keadaan anggota kelompok kepada fasilitator
• Fasilitator menginstruksikan untuk menyanyikan yel-yel
• Fasilitator menjelaskan permainan yang ada di pos 9 dan menjelaskan tata cara permainan.
• Peserta menjalankan permainan yang diberikan fasilitator
• Setelah permainan selesai, fasilitator memberikan pertanyaan pada peserta tentang perasaan mereka mengenai permainan yang telah mereka lakukan dan selanjutnya dicatat oleh observer
• Peserta melanjutkan ke pos utama (halaman masjid).
f. Penilaian permainan
Penilaian dilakukan berdasarkan kelompok yang menyusun puzzle dengan banyak dan benar mendapatkan poin terbanyak
g. Feedback
Dari pertanyaan yang diberikan kepada para peserta mereka mengaku cukup kesulitan dikarenakan dampak dari permainan sebelumnya yaitu merangkak. Sehingga banyak dari mereka yang tidak kompak dan kolektif.

D. FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG
1. Faktor Penghambat
a. Faktor Internal
1) Kurangnya koordinasi diantara tim inti karena masing-masing personil mempunyai kegiatan masing-masing, sehingga dilapangan terjadi kurangnya penguasaan terhadap konsep terutama dalam permainan.
2) Kurangnya ketepatan waktu sehingga acara tidak berjalan tepat waktu.
b. Faktor Eksternal
1) Observer
a) Kurangnya penguasaan konsep dilapangan karena adanya sedikit miss komunikasi karena diantara para observer dengan tim inti belum cukup mengenal satu sama lain.
b) Kurangnya ketepatan waktu

2. Faktor Pendukung
a. Observer
Secara umum observer terbuka dan hangat untuk ikut berpartisipasi aktif selama berjalannya kegiatan.
b. Peserta
Peserta dalam kegiatan ini sangat antusias dan bersemangat sehingga dilapangan tidak banyak terjadi kesulitan dalam pengkondisian serta cepat merespon permainan-permainan yang ada.

c. Tempat
Jika dilihat dari lingkup geografis, lokasi kegiatan ini berada disebelah utara masjid Shirothul Jannah dan berbatasan dengan Nologaten serta cukup strategis, banyak pepohonan dan rumput serta dekat dengan sungai, dekat dengan area penduduk serta sangat luas.

E. DAMPAK
Berdasarkan hasil sharing dengan para pengajar TPA dan wawancara dengan anak-anak didapatkan dampak kegiatan yang telah dilakukan sebagai berikut :
1. Bagi Anak-anak/peserta
a. Bagi anak-anak kegiatan ini membuat mereka giat berangkat TPA dan mereka berharap kegiatan seperti ini akan diadakan lagi.
b. Anak-anak cukup antusias untuk mengikuti kegiatan TPA terutama pada waktu jam permainan
c. Adanya keinginan dan minat untuk mengadakan kegiatan seperti ini
2. Guru TPA
a. Guru TPA menjadi semakin termotivasi untuk lebih aktif dalam kegiatan terutama yang berkaitan dengan anak-anak.
b. Adanya rasa kebersamaan yang tinggi diantara guru TPA dan santri
3. Fasilitator
a. Semakin dekat dengan anak-anak
b. Semakin termotivasi untuk mengetahui lebih jauh dunia anak-anak
c. Lebih akrab dan mengenal satu sama lain

F. KESIMPULAN
Secara umum kegiatan ini membawa keberhasilan serta mampu meningkatkan motivasi santri dalam kegiatan ke-TPA an. Sehingga juga berdampak bagi para pengajar yang berkecimpung dalam menangani anak-anak.
1. Kelebihan
a. Area yang luas dan strategis
b. Kompak; santri maupun pembimbing dilapangan
c. Tepat waktu
d. Teratur
e. Adanya reward bagi anak-anak yang berhasil mencapai poin yang tertinggi dalam setiap permainan serta punishment bagi yang kurang teliti dalam setiap permainan
2. Kelemahan
a. Penyusunan permainan kurang sesuai sehingga ada beberapa permainan yang dianggap sangat sulit oleh anak
b. Kurangnya koordinasi antara fasilitator dan observer
c. Observer sebagian besar masih usia sekolah
d. Hanya mencakup usia 9-12 tahun
e. Permainan ini tidak didasarkan atas kemampuan usia, namun lebih diseragamkan
3. Manfaat
a. Lebih mengakrabkan santri dengan pengajar dan fasilitator serta pengurus masjid
b. Sebagai sarana bermain bagi anak sekaligus pengisi liburan dan menyambut bulan suci ramadhan
c. Sebagai praktik lapangan Psikologi
d. Sarana sosialisasi keilmuan Psikologi pada masyarakat
e. Sebagai ajang kreatifitas anak-anak dalam mengungkapkan segenap perasaan-perasaannya

G. KRITIK DAN SARAN
1. Kritik
a. Observer tidak sepenuhnya mengetahui konsep permainan
b. Fasilitator tidak semuanya mengerti cara penanganan anak
c. Kurangnya koordinasi yang lebih inten tentang konsep dan perencanaan di lapangan


2. Saran
a. Diharapkan kegiatan ini dapat menjadi acuan bagi sarana permainan alam khususnya bagi para pengajar TPA dan umumnya bagi masyarakat yang berkecimpung di dunia anak
b. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini akan semakin meningkatkan semangat dalam rangka mendidik anak-anak dengan sarana permainan yang bernilai edukatif

H. SUSUNAN PANITIA
Terlampir

I. ANGGARAN DANA
Terlampir

J. SUSUNAN ACARA
Terlampir

K. DOKUMENTASI
Terlampir

L. PENUTUP
Kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah ikut membantu sekaligus berpartisipasi dalam bentuk tenaga maupun pikiran sehingga kegiatan ini dapat berjalan lancar, juga kepada para orang tua santri yang telah ikut membantu dalam mendukung acara ini. Semoga apa yang telah dilakukan akan mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Amin.

Senin, 16 Januari 2012

KONSEP PENGASUHAN (PARENTING)

Parent dalam parenting memiliki beberapa definisi-ibu, ayah, seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung. Parent adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya (Brooks, 2001).
Pengasuh erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga/ rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya (ICN 1992 dalam Engel et al. 1997). Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan social.

Pengasuhan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makan, kehangatan, kebersihan, ketenangan waktu tidur, dan kepuasan ketika membuang sisa metabolisme dalam tubuhnya. Pengasuhan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi ini mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui resikonya. Pengasuhan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabildan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya, menciptakan rasa aman, serta menciptakan rasa optimistic atas hal-hal baru yang akan ditemui oleh anak. Sementara itu, pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Pengasuhan sosial ini menjadi sangat penting karena hubungan sosial yang dibangun dalam pengasuhan akan membentuk sudut pandang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.pengasuhan sosial yang baik berfokus pada memberikan bantuan kepada anak untuk dapat terintegrasi dengan baik di lingkungan rumah maupun sekolahnya dan membantu mengajarkan anak akan tanggung jawab sosial yang harus diembannya (Hughoghi, 2004).
Sementara itu, menurut Jerome Kagan seorang psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik (Berns, 1997). Berns (1997) menyebutkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks (2001) juga mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.
Beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: (i) pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, (ii) pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak, (iii)pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi, (iv) sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan.



TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL DALAM PENGASUHAN

Pendekatan struktural fungsional dalam mengkaji kehidupan keluarga dipelopori oleh William F. Ogburn dan Talcott Parson pada awal abad ke-20 dengan landasan filosofis utama adalah mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman tersebut merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menyebabkan pula terjadinya keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah system. Perbedaan fungsi tersebut menurut pendekatan structural fungsional tidak untuk memenuhi kepentingan individuyang bersangkutan melainkan untuk mencapai tujuan kolektif. Secara filosofis, pendekatan structural fungsional bersumber dari filsafat platonic yang mengakui kebenaran adanya pembagian tugas (Megawangi, 1999).
Megawangi (1999) mencatat bahwa pendekatan fungsionalis dalam mengkaji kehidupan keluarga pada awal abad ke-20 menghasilkan beberapa konsep penting yang terkait dengan pengasuhan sebegai proses interaksi antara orang tua dan anak serta sebagai sebuah proses sosialisasi. Salah satunya adalah tentang principle of legitimacy yang menganggap bahwa untuk kepentingan masyarakat, paternalistic sosial (struktur) harus diinternalisasi sejak individu dilahirkan. Hal ini merupakan mekanisme sosial agar seorang anak dapat mengetahui posisi dan kedududkannya sehingga ia akan mendapatkan tempat dalam masyarakat kelak setelah ia dewasa.
Dalam pandangan struktural fungsional, proses internalisasi norma atau nilai yang diperkenalkan kepada seorang individu sejak dilahirkan akan melandasi tingkah lakunya. Selanjutnya akan membuat seseorang tersebut merasa sukarela untuk melakukan sesuatu sesuai dengan peran yang diharapkannya.

PERAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN TERHADAP PENGASUHAN

Mempunyai anak yang tumbuh dan berkembang secara optimal, mempunyai kecerdasan, berkarakter, dan berkualitas tentu saja menjadi harapan semua orang tua. Berdasarkan definisi-definisi tentang pengasuhan, terlihat bahwa proses pengasuhan memegang peranan penting guna mewujudkan anak yang berkualitas.


Saat ini fenomena seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perdagangan anak, penculikan anak, dan beberapa tindak criminal lainnya telah menjadi ancaman bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu pengaruh media massa dengan tayangan-tayangan yang tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak meskipun diberi label acara anak juga menjadi ancaman tersendiri bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Fenomena lain seperti ibu bekerja ataupun sekolah terpadu yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajarnya dari pagi hingga sore menjadi faktor yang mempengaruhi porsi pengasuhan langsung yang dilakukan orang tua menjadi berkurang.
Fenomena-fenomena tersebut mengindikasikan bahwa menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, mulai dari keluarga, lingkungan dan sekolah menjadi kebutuhan penting saat ini untuk menciptakan generasi yang tangguh dan berkualitas. Seperti telah dijelaskan mengenai konsep teoritis pengasuhan, bahwa pengasuhan merupakan proses interaksi langsung antara orang tua dan anak yang mana orang tua mempunyai peran utama untuk merawat, melindungi dan mengarahkan dalam setiap tahap perkembangan anak sehingga anak akan mampu bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Pengertian tersebut menegaskan kembali bahwa keluarga merupakan institusi utama dan pertama yang mengenalkan nilai-nilai kepada anak dan pengasuhan memegang peranan penting dalam proses tersebut. Keluarga, dalam hal ini khususnya orang tua, sebagai pelaku dalam proses pengasuhan tidak bisa terlepas dari lingkungan dimana sebuah keluarga berada.
Pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan anak mencakup faktor-faktor resiko dan faktor-faktor yang melindungi (protective and risk factors). Faktor resiko merupakan variable-variabel yang berhubungan secara signifikan terhadap kegagalan pertumbuhan seorang anak, sedangkan faktor yang melindungi adalah kondisi yang berhubungan positif terhadap keberhasilan perkembangan anak mesipun terjadi peningkatan faktor resiko yang dihadapi. Cole (1993) dan Brooks (1997) mengidentifikasi faktor resiko secara umum menyebabkan kegagalan perkembangan seorang anak, yang mana dalam jangka pendek akan meyebabkan rendahnya tingkat kesehatan, kegagalan pertumbuhan, kegagalan perkembangan kognitif, dan juga kegagalan perkembangan sosial pada anak. Faktor resiko yang dimaksud antara lain: (a) faktor ekologi (ecology context) yang mencakup lingkungan pertetanggaan yang tidak aman dan nyaman, ketidakadilan yang muncul akibat perbedaan ras/suku/etnik, komunitas yang sebagian besar anggotanya adalah pengangguran, dan kemiskinan yang ekstrim yang terjadi dalam komunitas; dan (b) keadaan keluarga (family circumstances) yang mencakup rendahnya kelas sosial, konflik keluarga, gangguan mental yang ada dalam keluarga, jumlah anggota keluarga yang besar, rendahnya emotional bonding antara anak dan orang tua, perpecahan keluarga, dan adanya penyimpangan dalam komunikasi di dalam keluarga. Sementara itu, Arnold J. Samerrof (Brooks, 1997) mengidentifikasi sepuluh faktor resiko yang mempengaruhi kompetensi intelektual dan sosial anak sejak lahir hingga dewasa yaitu:ganguan mental yang diderita ibu, kecemasan ibu yang tinggi, keyakinan (beliefs) yang kaku tentang perkembangan anak, interaksi ibu yang minimal dengan anak, pendidikan ibu yang rendah, pekerjaan orang tua yang masuk dalam kategori unskilled occupation, status minoritas yang tidak menguntungkan, orang tua tunggal, tingkat stress dalam keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang besar. Penelitian tersebuty menyatakan bahwa anak yang tidak mempunyai kesepuluh faktor resiko tersebut mempunyai kemampuan intelegensi yang lebih tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh, baik pengaruh positif maupun negative, terhadap kompetensi anak.

Observasi keluarga

Minggu, 25 september 2011, saya melakukan observasi terhadap sebuah keluarga kecil di Purworejo yang terdiri dari pasangan suami istri dan kedua anaknya. Sang suami berusia 31 tahun, bekerja sebagai manajer SPBU, seorang Trainer motivator dan mempunyai sebuah lembaga bimbingan belajar anak usia pra sekolah dan sekolah dasar. Sedangkan sang istri berusia 3 tahun lebih muda yang menjabat sebagai seorang ibu rumah tangga dan seorang guru SD di salah satu sekolah dasar di Purworejo. Anak pertama adalah perempuan, berusia 6 tahun dan sekarang duduk di kelas 1 sekolah dasar tempat ibunya mengajar. Anak kedua seorang laki-laki berusia 19 bulan.


Dari hasil observasi yang dilakukan dirumah keluarga tersebut yang kurang lebih satu hari diperoleh data yang cukup banyak dan menarik. Hal ini dikarenakan mereka sedang dalam masa liburan dan sedang berkumpul bersama. Terlihat seorang ibu sangat total dalam mengasuh dan memberikan perhatian terhadap anak-anaknya, terutama anak keduanya. Anak tersebut tampak menikmati hari-hari kebersamaan dengan ibunya. Dia termasuk anak yang aktif namun penurut. Sedangkan anak pertama lebih senang bermain dengan teman-temannya diluar. Tampak kecerian yang terpancar diwajah mereka, mereka mengutarakan akan memanfaatkan hari libur dengan sang buah hati mereka. Namun disisi lain tampaknya komunikasi tidak berjalan terlalu baik. Hal ini dikarenakan anak pertama mereka terlihat sering ngambek dan mempunyai permintaan yang aneh-aneh. Anak ini terlihat menginginkan perhatian lebih dari kedua orang tuanya dengan tingkahnya. Figur seorang ayah nampaknya juga cukup berpengaruh terhadap kedua buah hati mereka, terbukti dari kedekatan dan kelekatan diantara mereka. Banyak canda dan tawa karena seorang ayah adalah seorang trainer dan dekat dengan anak-anak.
Dari kondisi rumah sebuah keluarga yang saya amati secara keseluruhan cukup kondusif, dengan rumah berukuran kurang lebih 12x8 meter. Meskipun didalam seisi rumah tidak terlalu tertata rapi namun terlihat cukup nyaman untuk mereka dan saya pribadi.Hubungan antara mereka denga tetangga terlihat sangat baik, dalam satu hari tersebut terlihat beberapa tetangga telah mengunjungi rumah mereka sekedar untuk main dan ada juga yang mengikuti les dirumah. Rumah mereka juga terkadang menjadi arena bermain bagi anak-anak disekitar rumah tersebut. Meskipun sering rewel, sang anak mempunyai banyak teman dilokasi tersebut.
Dari sisi keagamaan, keluarga ini terlihat sangat aktif dalam beribadah. Kebetulan, sang ayah adalah seorang ustad dilingkungan tersebut dan sangat dihormati disana. Sang istri juga seseorang yang sangat relijius, Nampak dari ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya serta terlihat dari caranya berpakaian muslimah. Didalam rumah terpampang banyak bacaan shalat dan doa-doa untuk anak-anak yang menandakan bahwa mereka mengajarkan agama secara dini terhadap kedua anak mereka. Anak pertama masih terlihat ngeyel ketika disuruh shalat, sedangkan anak kedua terlihat lebih suka meniru orang ketika shalat ataupun mendengar suara adzan.

Sekian…. ^