Senin, 14 Maret 2011

PERKEMBANGAN RASA AGAMA USIA ANAK HINGGA REMAJA BERDASARKAN PENGALAMAN PRIBADI


Penanaman rasa agama dibentuk sejak usia anak. Pada usia ini, anak menerima pengetahuan tentang keagamaan melalui proses meniru orang terdekat yang dalam hal ini adalah orang tua saya. Dari kecil, saya sudah dibiasakan untuk melakukan suatu ibadah yang menjadi keyakinan orang tua. Lama kelamaan, dengan sendirinya hal tersebut melekat pada diri dan menjadi suatu kebiasaan yang saya yakini itu benar.
Seiring dengan berjalannya waktu, pada proesnya pembentukan rasa agama adalah masyarakat didaerah saya yang merupakan mayoritas beragama yang sama. Dari masyarakat inilah, terjadi banyak pembiasaan yang merupakan hasil dari interaksi social dan pada akhirnya meberikan pengaruh pada saya untuk melakukannya tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan kaidah norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tersebut.
Pada saat usia remaja, pembentukan rasa agama pada diri saya lebih kepada pengalaman daripada masa kanak-kanak yang sudah terinternalissasi dalam diri saya dan merupakan binaan orang tua serta pembiasaan lingkungan tempat tinggal saya.
Sampai saat ini, dapat ditemukan adanya perbedaan rasa agama ketika masih kanak-kanak dan remaja. Dengan pengetahuan selama ini, saya dapat mengerti dan memahami akan makna peribadatan, jadi tidak hanya sekedar ikut-ikutan ataupun dipaksakan. Akan tetapi sudah merupakan kesadaran saya akan adanya kewajiban untuk taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

etnografi

Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Bidang kajian vang sangat berdekatan dengan etnografi adalah etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok (Richards dkk.,1985). Istilah etnografi sebenarnya merupakan istilah antropologi, etnografi merupakan embrio dari antropologi, lahir pada tahap pertama dari perkembangannya sebelum tahun 1800 an. Etnogarafi juga merupakan hasil catatan penjelajah eropa tatkala mencari rempah-rempah ke Indonesia. Koentjaraningrat, 1989:1 : “Mereka mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya, antara lain berisi entang adapt istiastiadat, susunan masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut”.
Etnografi yang akarnya antropologi pada dasarnya merupakan kegiatan peneliti untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Etnogarafi adalah pelukisan yang sistematis dan analisis suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama. Penekaan pada etnografi adalah pada studi keseluruhan budaya. Semula gagasan budaya terikat dengan persoalan etnis dan lokasi geografis(misalnya budaya dari kepulauan X), tetapi sekarang hal ini telah diperluas dengan memasukkan setiap kelompok dalam suatu organisasi. Dalam hal ini dapat meneliti budaya dari bisnis atau kelompok tertentu.
Emik dan Etik adalah dua macam sudut pandang dalam etnografi yang cukup mengundang perdebatan. Emik (native point of view) misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini peneliti) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat. Dalam etnografi, peneliti memang diharuskan untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat yang menjadi objeknya untuk periode yang cukup lama. Di sana dia akan mengamati apa yang terjadi, mendengar apa yang dikatakan orang-orang, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data apa pun yang tersedia dan menjelaskan masalah yang menjadi perhatiannya.
Orang Indonesia akan menganggukkan kepalanya untuk menyatakan makna setuju, tetapi orang India justru mengayunkan kepala dengan membentuk gerakan angka 8 untuk makna yang sama. Orang Tibet menggesek-gesekkan hidungnya dengan hidung teman untuk menyatakan selamat datang, sedangkan orang Indonesia melakukan hal yang sama dengan saling berjabat tangan. Menariknya lagi, Orang Tibet akan menjulurkan lidahnya sebagai sapaan untuk menyambut tamu, yang bagi orang Indonesia tindakan demikian diartikan mengejek. Sebaliknya sapaan untuk menyambut tamu orang Indonesia menyatakan selamat datang sambil mempersilahkan masuk dan seterusnya. Kalau orang Indonesia menjulurkan tangannya ke bawah sambil berjalan membungkukkan badan pertanda ia meminta permisi untuk minta lewat di hadapan orang lain, tetapi bagi orang Arab, mereka justru memegang kepala orang yang dilewatinya. Orang Jepang menggenggam keempat jemarinya kecuali kelingking untuk menyatakan makna perempuan, sebaliknya orang Indonesia mengartikan tindakan demikian sebagai pernyataan anggap remeh atau enteng terhadap seseorang atau sesuatu hal.
Etnografi sebagai strategi penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam ilmu sosial. Etnografi sering diterapkan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan budaya manusia. Pengumpulan data biasanya dilakukan melalui observasi partisipan, wawancara, kuesioner, dll. Ilmu ini bertujuan untuk menjelaskan keadaan masyarakat yang dipelajari (misalnya untuk menjelaskan seseorang, sebuah ethnos) melalui tulisan.
Etnografi digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan budaya tertentu. metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas.

HUBUNGAN ANTARA BAHASA DAN BUDAYA

Dari masa ke masa, kehidupan manusia selalu mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut tidak hanya mempengaruhi pola pikir masyarakat namun juga mempengaruhi norma-norma dan nilai yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Nilai dan norma tersebut selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Norma dan nilai yang berkembang dalam masyarakat dikenal dan dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai yang dikenal oleh masyarakat tersebar melalui bahasa sehingga terbentuklah suatu budaya. Mudjia Rahardjo mengatakan bahwa budaya suatu masyarakat adalah apa saja yang harus diketahui dan dipercayai seseorang sehingga dia bisa bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Karena itu budaya merupakan “cara” yang harus dimiliki seseorang untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dalam hidupnya. Sedangkan bahasa sendiri merupakan suatu simbol yang diucapkan secara lisan, verbal dan tanda-tanda yang digunakan dalam bahasa mengandung makna yang berkaitan dengan situasi hidup dan pengalaman nyata manusia.
Di Indonesia, sejak zaman penjajahan hingga masa modern sekarang ini telah mengalami berbagai macam bentuk kebudayaan yang berbeda-beda. Dahulu ketika rakyat Indonesia sebagian besar dikuasai oleh Belanda, banyak dari mereka bermatapencaharian sebagai petani dan kaum buruh. Hal ini dikarenakan kondisi pada saat itu yang tidak memungkinkan rakyat untuk berkembang dan belajar. Rakyat seolah-olah hanya sebagai pemuas kebutuhan kalangan atas yang dalam hal ini kaum penjajah dan pejabat pemerintah. Terjadi pembedaan yang dangat mencolok antara kaum buruh dan pejabat pemerintah. Dengan dikuasainya pasar perdagangan oleh Belanda, secara tidak langsung membawa pengaruh yang cukup signifikan untuk masyarakat Indonesia diantaranya adalah bahasa. Pada saat itu, banyak dari masyarakat Indonesia dapat berbahasa Belanda karena terjadi akulturasi kebudayaan dengan masyarakat mereka sebagai akibat dari kelompok dalam masyarakat yang mempunyai akar tradisi dan asal usul yang berbeda. Sebagai bukti, banyak dari bahasa Belanda yang diserap kedalam bahasa Indonesia.
Pada masa sekarang ini, terjadi perubahan yang sangat banyak dikalangan masyarakat baik terkait dengan budaya maupun bahasa. Jika pada zaman penjajahan hanya kaum tertentu yang dapat bersekolah, lain halnya dengan zaman sekarang yang memberikan kebebasan bagi semua kalangan untuk dapat berpartisipasi dalam dunia pendidikan demi perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Bahasa yang digunakan pun sedikit demi sedikit terus berubah mengikuti proses perubahan tersebut. Jika pada kebudayaan Kraton atau jaman dahulu masyarakat jawa menggunakan bahasa krama inggil dan mengedepankan tradisi sopan santun, pada saat sekarang ini lebih pada kepentingan secara umum yang tidak mengharuskan seseorang harus berkrama inggil, karena sudah tidak banyak masyarakat jawa yang mampu berbahasa jawa dengan baik. Mereka justru banyak menyerap kata serapan dari kaum kapitalis Amerika atau Inggris sebagai kiblat dari bahasa dan modernitas. Mungkin jika 10 atau 20 tahun kedepan kiblat dari peradaban menjadi milik Arab, masyarakat diharuskan untuk dapat berbahasa arab.
Oleh sebab itu, bahasa dan budaya merupakan suatu hal yang tidak mungkin terpisahkan. Bahasa terlahir karena adanya budaya dalam masyarakat tertentu, demikian juga budaya yang tercipta melalui bahasa. Jadi budaya dan bahasa sangat erat kaitannya. Bahasa terdapat di dalam suatu masyarakat dan dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam masyarakat serta perubahannya. Dengan kata lain, budaya yang ada di sekeliling bahasa tersebut akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu.

Hasil Kuliah Lapangan Antropologi “Malioboro”

21 desember 2010 mahasiswa psikologi UIN Sunan kalijaga semester 5 melakukan observasi yang bertemakan “malioboro”. Dalam hal ini, kami secara khusus melakukan observasi tentang perilaku maupun tatanan masyarakat dalam lingkup lingkungan malioboro. Ada banyak fenomena menarik yang dapat ditemui dalam malioboro, bagaimana tempat itu menjadi salah satu yang menjadi pusat perekonomian yogyakarta, menjadi salah satu tujuan dari kunjungan wisatawan domestik maupun luar negeri, serta menjadi bagian dari sejarah kota jogja istimewa.
Dalam kesempatan itu, saya mewancarai seorang pedagang kerajinan yang terletak disepanjang jalan Malioboro. Sebut saja namanya ibu Mira, beliau tinggal di Bantul. Beliau  sudah cukup lama berdagang disitu dan banyak tahu tentang Malioboro. Ibu Mira berdagang sejak tahun 1999. Beliau adalah seorang sarjana IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN) jurusan komunikasi dan penyiaran islam lulusan tahun 1991.
Ibu Mira memperoleh barang dagangannya melalui suatu pusat produksi kerajinan yang terletak di Bantul. Industri kerajinan ini bersifat Home Industri dan dikelola bersama-sama oleh ibu-ibu setempat yang dibantu anak-anak mereka. Banyak variasi yang dihasilkan oleh industri ini sehingga banyak pilihan untuk menikmati keindahan karya mereka. Sebenarnya konsep kerajinan yang mereka hasilkan adalah hasil dari kreatifitas anak-anak ISI Yogyakarta. Mereka telah lama bekerja sama dengan ibu-ibu dan warga setempat untuk membuat kerajinan yang dapat dimanfaatkan serta dapat menjadi mata pencaharian masyarakat dan mengurangi jumlah pengangguran.
Sebenarnya pedagang kerajinan yang ada disepanjang jalan Malioboro tidak hanya ibu Mira, banyak dari pedagang itu juga memperoleh hasil kerajinan dari lokasi yang sama. Kerajinan yang dipasarkan diletakkan dalam sebuah gudang di belakang salah satu toko yang ada dijalan Malioboro. Setiap pagi ibu Mira berangkat pagi dari Bantul menuju Malioboro dan langsung ke gudang penyimpanan kerajinan. Disitu terdapat seseorang yang bertugas sebagai penjaga gudang, pembawa barang kerajinan dan tukang sapu. Tiap pedagang membayar mereka setiap hari. Sekali angkut sekitar 10ribu rupiah. Tidak hanya itu, mereka juga rutin membayar pada petugas penjaga Malioboro setiap seminggu sekali.
Pertama kali menemui pedagang itu saya menyamar sebagai seorang pembeli dan hendak mencari kerajinan. Ketika itu saya bertanya pada ibu Mira harga gelang (dengan bahasa indonesia), Kala itu 3 gelang harganya Rp. 20.000,- kemudian setelah banyak bertanya dan kemudian tahu bahwa ibu Mira adalah orang Yogyakarta asli dan mengetahui saya orang Purworejo kami melanjutkan bercakap-cakap  dengan bahasa jawa. Ibu itu mengatakan “waah... la ra ngomong wet mau nek wong purworejo?” Kemudian harganya turun drastis, 4 gelang hanya Rp. 10.000,- . Ternyata tarif yang dipasang untuk tiap kerajinan berbeda untuk tiap pelanggan. Orang jawa asli pastinya bisa memperoleh dengan harga yang murah apalagi jika ditawar. Sedangkan orang yang terlihat elit memperoleh harga hingga 2 kali lipat, wisatawan asing bahkan dipatok tarif hingga 4 kali lipat.