Senin, 16 Januari 2012

KONSEP PENGASUHAN (PARENTING)

Parent dalam parenting memiliki beberapa definisi-ibu, ayah, seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung. Parent adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya (Brooks, 2001).
Pengasuh erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga/ rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya (ICN 1992 dalam Engel et al. 1997). Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan social.

Pengasuhan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makan, kehangatan, kebersihan, ketenangan waktu tidur, dan kepuasan ketika membuang sisa metabolisme dalam tubuhnya. Pengasuhan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi ini mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui resikonya. Pengasuhan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabildan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya, menciptakan rasa aman, serta menciptakan rasa optimistic atas hal-hal baru yang akan ditemui oleh anak. Sementara itu, pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Pengasuhan sosial ini menjadi sangat penting karena hubungan sosial yang dibangun dalam pengasuhan akan membentuk sudut pandang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.pengasuhan sosial yang baik berfokus pada memberikan bantuan kepada anak untuk dapat terintegrasi dengan baik di lingkungan rumah maupun sekolahnya dan membantu mengajarkan anak akan tanggung jawab sosial yang harus diembannya (Hughoghi, 2004).
Sementara itu, menurut Jerome Kagan seorang psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik (Berns, 1997). Berns (1997) menyebutkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks (2001) juga mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.
Beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: (i) pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, (ii) pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak, (iii)pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi, (iv) sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan.



TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL DALAM PENGASUHAN

Pendekatan struktural fungsional dalam mengkaji kehidupan keluarga dipelopori oleh William F. Ogburn dan Talcott Parson pada awal abad ke-20 dengan landasan filosofis utama adalah mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman tersebut merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menyebabkan pula terjadinya keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah system. Perbedaan fungsi tersebut menurut pendekatan structural fungsional tidak untuk memenuhi kepentingan individuyang bersangkutan melainkan untuk mencapai tujuan kolektif. Secara filosofis, pendekatan structural fungsional bersumber dari filsafat platonic yang mengakui kebenaran adanya pembagian tugas (Megawangi, 1999).
Megawangi (1999) mencatat bahwa pendekatan fungsionalis dalam mengkaji kehidupan keluarga pada awal abad ke-20 menghasilkan beberapa konsep penting yang terkait dengan pengasuhan sebegai proses interaksi antara orang tua dan anak serta sebagai sebuah proses sosialisasi. Salah satunya adalah tentang principle of legitimacy yang menganggap bahwa untuk kepentingan masyarakat, paternalistic sosial (struktur) harus diinternalisasi sejak individu dilahirkan. Hal ini merupakan mekanisme sosial agar seorang anak dapat mengetahui posisi dan kedududkannya sehingga ia akan mendapatkan tempat dalam masyarakat kelak setelah ia dewasa.
Dalam pandangan struktural fungsional, proses internalisasi norma atau nilai yang diperkenalkan kepada seorang individu sejak dilahirkan akan melandasi tingkah lakunya. Selanjutnya akan membuat seseorang tersebut merasa sukarela untuk melakukan sesuatu sesuai dengan peran yang diharapkannya.

PERAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN TERHADAP PENGASUHAN

Mempunyai anak yang tumbuh dan berkembang secara optimal, mempunyai kecerdasan, berkarakter, dan berkualitas tentu saja menjadi harapan semua orang tua. Berdasarkan definisi-definisi tentang pengasuhan, terlihat bahwa proses pengasuhan memegang peranan penting guna mewujudkan anak yang berkualitas.


Saat ini fenomena seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perdagangan anak, penculikan anak, dan beberapa tindak criminal lainnya telah menjadi ancaman bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu pengaruh media massa dengan tayangan-tayangan yang tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak meskipun diberi label acara anak juga menjadi ancaman tersendiri bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Fenomena lain seperti ibu bekerja ataupun sekolah terpadu yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajarnya dari pagi hingga sore menjadi faktor yang mempengaruhi porsi pengasuhan langsung yang dilakukan orang tua menjadi berkurang.
Fenomena-fenomena tersebut mengindikasikan bahwa menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, mulai dari keluarga, lingkungan dan sekolah menjadi kebutuhan penting saat ini untuk menciptakan generasi yang tangguh dan berkualitas. Seperti telah dijelaskan mengenai konsep teoritis pengasuhan, bahwa pengasuhan merupakan proses interaksi langsung antara orang tua dan anak yang mana orang tua mempunyai peran utama untuk merawat, melindungi dan mengarahkan dalam setiap tahap perkembangan anak sehingga anak akan mampu bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Pengertian tersebut menegaskan kembali bahwa keluarga merupakan institusi utama dan pertama yang mengenalkan nilai-nilai kepada anak dan pengasuhan memegang peranan penting dalam proses tersebut. Keluarga, dalam hal ini khususnya orang tua, sebagai pelaku dalam proses pengasuhan tidak bisa terlepas dari lingkungan dimana sebuah keluarga berada.
Pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan anak mencakup faktor-faktor resiko dan faktor-faktor yang melindungi (protective and risk factors). Faktor resiko merupakan variable-variabel yang berhubungan secara signifikan terhadap kegagalan pertumbuhan seorang anak, sedangkan faktor yang melindungi adalah kondisi yang berhubungan positif terhadap keberhasilan perkembangan anak mesipun terjadi peningkatan faktor resiko yang dihadapi. Cole (1993) dan Brooks (1997) mengidentifikasi faktor resiko secara umum menyebabkan kegagalan perkembangan seorang anak, yang mana dalam jangka pendek akan meyebabkan rendahnya tingkat kesehatan, kegagalan pertumbuhan, kegagalan perkembangan kognitif, dan juga kegagalan perkembangan sosial pada anak. Faktor resiko yang dimaksud antara lain: (a) faktor ekologi (ecology context) yang mencakup lingkungan pertetanggaan yang tidak aman dan nyaman, ketidakadilan yang muncul akibat perbedaan ras/suku/etnik, komunitas yang sebagian besar anggotanya adalah pengangguran, dan kemiskinan yang ekstrim yang terjadi dalam komunitas; dan (b) keadaan keluarga (family circumstances) yang mencakup rendahnya kelas sosial, konflik keluarga, gangguan mental yang ada dalam keluarga, jumlah anggota keluarga yang besar, rendahnya emotional bonding antara anak dan orang tua, perpecahan keluarga, dan adanya penyimpangan dalam komunikasi di dalam keluarga. Sementara itu, Arnold J. Samerrof (Brooks, 1997) mengidentifikasi sepuluh faktor resiko yang mempengaruhi kompetensi intelektual dan sosial anak sejak lahir hingga dewasa yaitu:ganguan mental yang diderita ibu, kecemasan ibu yang tinggi, keyakinan (beliefs) yang kaku tentang perkembangan anak, interaksi ibu yang minimal dengan anak, pendidikan ibu yang rendah, pekerjaan orang tua yang masuk dalam kategori unskilled occupation, status minoritas yang tidak menguntungkan, orang tua tunggal, tingkat stress dalam keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang besar. Penelitian tersebuty menyatakan bahwa anak yang tidak mempunyai kesepuluh faktor resiko tersebut mempunyai kemampuan intelegensi yang lebih tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh, baik pengaruh positif maupun negative, terhadap kompetensi anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar